ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
(APBN)
1.
PENDAHULUAN
APBN di
negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi
dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi
jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahuns
ering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal (Anne Booth dan
Peter McCawley, 1990).
Baik
pengeluaran maupun penerimaan pemerintah pasti mempunyai pengaruh atas
pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan
nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi
pendapatan nasional (contractionary). Timbullah gagasan untuk dengan sengaja
mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan
ekonomi (Suparmoko, 1992).
Rincian
tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi melalui indikator APBN
dapat dianalisis seberarpa jauh peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian
nasional (Suseno, 1995).
1.1 APBN Sebagai Alat Mobilisasi Dana Investasi
Sumber dana investasi beasal dari
tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata (perusahaan) berasal dari
tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga keuangan bank. Sedangkan sumber
dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah
terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Penerimaan dalam negeri terdiri dari
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Bagian terbesar dari
penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak. Untuk APBN 2001 dan
2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54 triliun (61,72%) dan Rp
214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan, namuin rasionaya terhadap
PDB hampir sama yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di
bawah target 13,00%.
Tahun 2001 terbentuk tabungan
pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya penerimaan dalam negeri
Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92 triliun. Sedang tahun
2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun, karena penerimaan dalam
negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun menjadi Rp 200,38
triliun.
1.2 APBN sebagai Alat Stabilisasi Ekonomi
Pemerintah Orde Baru telah
menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan
mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
a. Anggaran
belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak
melebihi penerimaan total.
b. Tabungan
pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu
menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan.
c. Basis
perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara
mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
d. Prioritas
harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang
pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan
negara dibatassi.
e. Kebijaksanaann
anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal
sumber-sumber dalam negeri. (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
Relasi
ekonomi antara pemerintah dengan perusahaan dan rumah tangga terutama melalui
pembayaran pajak dan gaji, pengeluaran konsumsi, dan pemberian subsidi.
Dalam sistem ekonomi tertutup tidak ada perdagangan (ekspor dan impor). Tujuan kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap artinya
tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya
pengangguran yang berarti atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Dengan
kata lain tujuan kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus
meningkat pada laju yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya
faktor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum
(Sumarmoko, 1992).
Kebijakan fiskal tercermin pada
volume APBN yang dijalankan pemerintah, karena APBN memuat rincian seluruh
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dengan demikian APBN dipakai oleh
pemerintah alat stabilisasi ekonomi. Anggaran
yang tidak seimbang akan bisa berpengaruh terhadap pendaptan nasional.
Perubahan pendapatan nasional
(tingkat penghasilan) akan ditentukan oleh besarnya angka multplier (angka
pengganda). Angka pengganda
ditentukan oleh besarnya marginal
propensity to consume investasi (I) dan konsumsi (C) adalah
1/(1-MPC), sedangkan untuk lump-sum tax (Tx) dan pembayaran transfer (Tr)
adalah MPC/(1-MPC).
Contoh hipotesis :
Misalkan
suatu APBN defisit, dimana Tax (penerimaan) sebesar 10 satuan, G (pengeluaran)
sebesar 15 satuan, sedang MPC diketahui 4/5, maka :
·
Dengan Tax sebesar 10 satuan, pendapatan nasional akan
berkurang sebesar 0,8/(1-0,8)10 = 40 satuan
·
Dengan G sebesar 15 satuan, pendapatan nasional akan
bertambah sebesar 1/(1-0,8)15 = 75 satuan
·
Jadi anggarann defisit tersebut akan menghasilkan
tambahan pendapatan nasional sebesar : (DY) = (DG) – (DTx) = 75 satuan –
40 satuan = 35 satuan.
2. STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
Struktur APBN terdiri dari
pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer,
surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah menguba
komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik
keuangan pemerintah, Government Finance Statistics (GFS).
2.1 Pendapatan
Negara dan Hibah
Penerimaan APBN diperoleh dari
berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak
penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak
lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor)
merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba
BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang
lebih kecil terhadap total penerimaananggaran, jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya.
Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada system penganggaran
saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian
dari penerimaan. Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/lembaga
tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk
membiayai kebutuhannya. Beberapa
pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.
2.2 Belanja
Negara
Belanja negara terdiri atas anggaran
belanja pemerintah pusat, dana perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana
penyeimbang. Sebelum diundangkannya UU No. 17/2003, anggaran belanja pemerintah
pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. UU No.
17/2003 mengintrodusing uniffied budget sehingga tidak lagi ada pembedaan
antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dana perimbangan terdiri
atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
Sementara itu, dana otonomi khusus dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa
Aceh dan provinsi Papua.
2.3 Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan
selisih antara penerimaan dan pengeluaran.Pengeluaran yang melebihi penerimaan
disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut
surplus.Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan
anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga
puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu:
keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overallbalance).
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk
pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi belanja
termasuk pembayaran bunga.
2.4 Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan untuk menutup
defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah:
pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non perbankan) serta pembiayaan luar
negeri (netto) yang merupakan selisihantara penarikan utang luar negeri (bruto)
dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.
3. PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun,
APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu prinsip Anggaran Berimbang (balance budget),
prinsip Anggaran Dinamis dan prinsip Anggaran Fungsional. Masing-masing prinsip
ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995). Namun sejak
tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN.
APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.
3.1 Prinsip Anggaran Defisit
Bedanya dengan prinsip anggaran
berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
1) Pinjaman LN
tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
2)
Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN +
sumber pembiayaan LN (bersih).
Sebagai perbandingan dapat
diringkas sebagai berikut :
Anggaran Defisit Anggaran
Berimbang
PNH – BN = DA PDN –
PR = TP
DA = PbDN + PbLN DAP = AP – TP
PbDN = PkDN + Non – Pk DN
PbLN =
PPLN – PC PULN
Keterangan : Keterangan :
PNH = pendapatan negara
PDN = Pendapatan DN
dan hibah
PR
= pengeluaran rutin
BN =
belanja negara TP = tabungan pemerintah
DA = defisit Anggaran DAP =
defisit anggaran pembangunan
PbDN =
pembiayaan DN AP = anggaran pembangunan
PkDN =
Perbankan DN BLN = bantuan luar negeri
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN = pembiayaan LN
PPLN = penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri
3.2 Prinsip Anggaran Dinamis
Ada anggaran
dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat
dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran
bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat
atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri
terus menurun.
Anggaran dinamis relatif dapat
dihitung dengan cara :
1)
Prosentase perubahan TP (DTP)
DTP =
2)
Prosentase Ketergantungan
Pembiayaan
B1 =
Keterangan :
TPz = tabungan pemerintah tahun x
TP(x-1) =
tabungan pemerintah tahun sebelumnya
B1 = tingkat ketergantungan
pembiayaan dari bantuan LN
3.3 Prinsip Anggaran Fungsional
Anggaran
fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai
anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai
anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri
hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil
sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran
pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran. Di sini perlu kiranya diberi tolak ukur kuantitatif untuk
menentukan sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1)
Bila nilai Ri :
> 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama.
2)
Bila nilai Ri : 20%
- 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana penting.
3)
Bila nilai Ri :
< 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap.
Pada tahun
1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989 nilainya
81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri sebesar
46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri masih
merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di Indonesia.