Rabu, 17 Januari 2018

SISTEM DRAINASE PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman tahunan (perennial crop), pada kelapa sawit dikenal periode tanaman belum menghasilkan (TBM) yang lamanya bervariasi 2-4 tahun, tergantung beberapa faktor yang salah satunya adalah kebutuhan air yang diperlukan dalam perkebunan kelapa sawit tersebut.
Air merupakan kebutuhan utama bagi tanaman kelapa sawit. Jika penyaluran air yang kurang sempurna atau kurang tepat akan mengakibatkan kelainan dan bahkan bisa mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit tersebut, sehingga air yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembuatan saluran air/ drainase yang tepat yang bertujuan untuk mengelola dan mengumpulkan air yang diperlukan oleh tanaman kelapa sawit.
Umumnya, lahan yang datar atau sepanjang aliran sungai (alur alam) mempunyai masalah drainase yang cukup berat sehingga tidak jarang akan banyak dijumpai areal rendahan (low lying area) dan rawa-rawa yang dipengaruhi oleh pasang-surut permukaan air sungai. Pembukaan lahan yang mempunyai masalah drainase akan mengalami hambatan yang serius. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembukaan saluran drainase untuk mengeluarkan air dari areal yang akan dibuka sehingga penanaman dapat dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas maka rumusan masalah pada penulisan ini yaitu bagaimana pola jaringan drainase yang ada pada perkebunan kelapa sawit dan bagaimana dasar serta teknis pembuatan sistem saluran air/ drainase di perkebunan kelapa sawit.

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di perkebunan kelapa sawit agar air yang masuk ke dalam areal perkebunan tersebut dapat dikendalikan atau ditata.







BAB 2
LANDASAN TEORI


2.1. Pola Jaringan Drainase Perkebunan Kelapa Sawit
Pola jaringan drainase 2:1 adalah dalam sebuah blok tanam kebun sawit, satu jaringan tersier dibuat antara dua titik barisan tanam, dan total dari saluran tersier pola ini adalah 59 buah saluran tersier dalam satu blok.



 Gambar 2.1. Pola Jaringan Drainase 2:1





Gambar 2.2. Potongan A-A



Pola jaringan drainase 4:1 adalah dalam sebuah blok tanam kebun sawit, satu jaringan tersier dibuat antara empat titik barisan tanam, dan total dari saluran tersier pola ini adalah 29 buah saluran tersier dalam satu blok.
Pola jaringan drainase 4:1 adalah dalam sebuah blok tanam kebun sawit, satu jaringan tersier dibuat antara empat titik barisan tanam, dan total dari saluran tersier pola ini adalah 29 buah saluran tersier dalam satu blok.





Gambar 2.3. Pola Jaringan Drainase 4:1





 

Gambar 2.4. Potongan A-A


Selanjutnya, juga sama dengan pola jaringan drainase 6:1 adalah dalam sebuah blok tanam kebun sawit, satu jaringan tersier dibuat antara enam titik barisan tanam, dan total dari saluran tersier pola ini adalah 19 buah saluran tersier dalam satu blok.

Gambar 2.5. Pola Jaringan Drainase 6:1



Gambar 2.6. Potongan A-A



Blok 8 L adalah blok yang mempunyai pola jaringan 2:1, blok 12 M adalah blok yang mempunyai pola jaringan 4:1, dan 16 N adalah blok yang berpola jaringan drainase 6:1. Kinerja drainase yang baik adalah kinerja drainase pada blok 8 L.
Kinerja pada pola jarinagn 2:1 dikatakan baik karena adanya debit air yang tinggi disini maka semakin banyak pula air genangan yang dapat di alirkan. Selanjutnya diantara dari ketiga ini, debit blok 16 N masuk dalam kategori cukup baik sebab debit air pada blok ini berbeda tipis dengan blok 8 L.
Sedangkan  drainase yang buruk terjadi pada 4:1, disini aliran air sangat lambat sekali. Dampak yang terjadi dari sini adalah air lamban terdrainase, sehingga apabila terjadi hujan besar maka pada blok ini akan terjadi genangan air.

2.2. Pembuatan Saluran Air/ Drainase Perkebunan Kelapa Sawit
Pembuatan saluran air dimaksudkan untuk mengendalikan tata air di dalam wilayah perkebunan. Metode pengendalian tata air yang umum digunakan yaitu irigasi dan drainase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air ke dalam wilayah, sedangkan drainase kebalikannya. Hal ini perlu disadari agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian terminology irigasi untuk tata-nama (nomenclature) drainase karena kedua sistem ini saling berlawanan dan tidak mungkin digabung menjadi satu kesatuan. Untuk mencegah timbulnya kerancuan dalam tata nama sistem drainase, berikut dijelaskan tipe dan ukuran saluran.
A.      Drainase lapangan (field drains; secara salah kaprah disebut parit tersier)
·         Berfungsi menyekap air yang ada dan mengalirkannya di permukaan tanah.
·         Dalam keadaan tertentu berfungsi menurunkan permukaan air tanah.
·         Merupakan parit buatan.

B.      Drainase pengumpul (collection drains; secara salah kaprah disebut parit sekunder)
·         Berfungsi mengumpulkan air dari suatu areal tertentu dan mengalirkannya
ke pembuangan.
·         Merupakan buatan manusia dan dapat berbentuk saluran (parit), kolam, waduk, dan lainnya.
·         Dapat juga berupa teras bersambung dan benteng, dimana bentuk pengumpulannya berdiri sendiri dan pembuangannya melalui peresapan
tanah.

C.      Drainase pembuangan (outlet drains; secara salah kaprah disebut parit primer)
·         Berfungsi mengeluarkan air dari suatu areal tertentu.
·         Umumnya memanfaatkan kondisi alam yang ada, seperti sungai, jurang,
rendahan, dan lainnya.
·         Jika tidak dapat memanfaatkan kondisi alam, juga dapat berupa saluran
buatan (kanal), sistem pompa, dan lain-lain.

Pengertian dan sistematika istilah drainase ini bersifat relatif danter gantung pada konteks permasalahannya. Misalnya, drainase pembuangan bagi divisi/ afdeling mungkin merupakan drainase pengumpul dalam konteks kebun. Secara garis besar, data pada Tabel 2.1. dapat dijadikan pedoman dalam menentukan tipe dan ukuran saluran air.

Tabel 2.1. Tipe dan Ukuran Saluran Air
Tipe Drainase
Lebar Atas
(m)
Lebar Bawah (m)
Kedalaman
(m)
Lapangan
1,0
0,3
0-1,10
Pengumpul
2,0-2,5
0,5
1,25-1,75
Pembuangan
3,0-5,0
1,0
2,00-2,50

a.        Dasar pembuatan sistem drainase
·         Pembangunan sistem drainase di perkebunan terutama ditujukan untuk mengendalikan kelembapan tanah sehingga kadar airnya stabil antara 20  25% dengan kedalaman arus air (water table) maksimum 60 cm. Selain itu pembangunan drainase juga diusahakan terhindar dari kejenuhan air secara terus-menerus selama maksimum 2 minggu.
·         Sistem drainase dibuat berdasarkan pada kemampuan saluran air untuk mengeluarkan kelebihan air dalam 24 jam (m3/ 24jam). Volume air yang akan dialirkan melalui sistem drainase biasanya berkisar 60-80% dari curah hujan, tergantung pada jenis tanah, topografi, dan lamanya periode kekeringan. Dengan memperhitungkan 1 mm curah hujan setara dengan 10 m3 air hujan maka volume air yang diterima kebun sebagai berikut :



Perhitungan daya mengalirkan air ke luar sistem drainase (m3/ detik) dihitung berdasarkan curah hujan terbesar yang pernah terjadi di kebun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan suatu sistem drainase dapat diformulasikan secara sederhana dalam rumus Manning, yaitu sebagai berikut :
                                                                                                 

Keterangan :
V= Kecepatan air mengalir (m/detik), nilai idealnya 0,3-0,8 m/detik
n = Koefisien kekasaran permukaan saluran air. Nilainya 0,25 bila bersih tidak bergulma dan 0,50 bila penuh gulma
f = Penampang basah saluran air atau penampang berisi air (merupakan faktor variabel yang harus dikelola)
c =  Keliling saluran air (merupakan faktor variabel yang harus dikelola)
i =  Sudut penurunan dasar saluran air/slope fall (m/m). nilai idealnya 0,03 0,05. Artinya, penurunan dasar saluran air 30-50 cm setiap 100 m panjang saluran air

Kemampuan sistem drainase untuk mengalirkan air dapat dihitung dengan dasar kecepatan air. Dalam sistem drainase yang baik, nilai kecepatan aliran air yaitu 0,3-0,8 m/ detik. Kecepatan aliran ini cukup aman terhadap pengikisan dinding dan dasar saluran air. Ambang batas kecepatan minimal yaitu 0,1 m/detik, dimana air sudah berpotensi untuk tergenang.
Prinsip dasar dari suatu sistem drainase yaitu menyekap air, kemudian mengumpulkannya, dan akhirnya dibuang keluar areal. Dengan demikian, drainase harus dirancang dalam bentuk jaringan yang memanfaatkan topografi dan mengalirkan kelebihan air berdasarkan gaya berat. Merancang sistem drainase yang baik harus mengacu pada peta topografi dan bukan berdasarkan kondisi visual saja (sesuatu yang sering terjadi di perkebunan dan umumnya tidak efektif hasilnya).

a.        Teknis pembuatan saluran drainase
Kondisi kebun, afdeling/ divisi, atau blok yang tergenang air-baik secara permanen maupun temporer merupakan indikasi bahwa sistem drainase alamiah tidak mampu mengeluarkan kelebihan air dalam waktu 24 jam. Dalam kondisi seperti ini, mutlak diperlukan peningkatan kemampuan sistem drainase untuk mengeluarkan air keluar areal. Secara optimal, peningkatan ini dapat dilakukan dengan membuat saluran air.
Pembuatan saluran air memerlukan perhitungan dan syarat teknis (spesifikasi) tertentu supaya tujuannya dapat tercapai. Saluran air harus membentuk suatu jaringan dan saling bermuara secara bertingkat, dimana saluran drainase lapangan bermuara pada drainase pengumpul dan drainase pengumpul bermuara pada drainase pembuangan. Titik temu (junction) antar saluran air dibuat bersudut 60-70° dan membentuk pola tulang ikan. Titik temu ini harus membelok ke arah aliran air dan tidak boleh tegak lurus. Disamping itu, titik temu ini juga harus berdiri sendiri (tunggal) sehingga mencegah terjadinya perputaran arus air/ turbulensi, hal yang umum terjadi bila suatu junction terdiri lebih dari 2 percabangan dan saling berhadapan.
Penampang saluran air (nilai c dalam rumus Manning) harus semakin membesar pada daerah hilir karena sifat aliran air yang akan mengakumulasikan air di daerah hilirnya. Pembuatan penampang saluran air yang besarnya sama (dari hulu ke hilir) seperti yang lazim dilakukan di kebun dapat menyebabkan air meluap dan menggenang di daerah hilir. Pembuatan penampang saluran air harus semakin membesar sesuai dengan urutan drainase lapangan, pengumpul, dan pembuangan.
Penurunan sudut dasar saluran air (slope fall = i) sebaiknya dibuat 30-50 cm per 100 m panjang saluran air (0,03-0,05 m/m). Jika penurunan sudut tersebut lebih curam-misalnya karena pengaruh topografi maka sudut penurunan dapat diperkecil dengan agak mengikuti arah kontur.
Saluran drainase lapangan yang berfungsi menyekap air, arahnya harus dibuat agak tegak lurus terhadap penurunan topografi dengan panjang maksimum 60 m. saluran drainase lapangan juga harus dibuat secara lurus dan dirawat supaya bebas gulma. Keberadaan gulma akan menghambat kelancaran aliran air (memperbesar nilai i dan mengecilkan nilai n dalam rumus Manning).
 Jika kondisi topografi tidak memungkinkan pembuatan saluran air yang lurus maka dapat dibelokan dalam bentuk busur lingkaran dengan jari-jari 100 m. Untuk sistem drainase di daerah rendahan, saluran drainase pengumpul dapat dibuat dua buah berkeliling (membentuk kaki bukit) dan satu atau lebih ditengah (biasanya lurus). Saluran drainase lapangan dapat dihubungkan dengan saluran pengumpul yang ada ditengah dan/atau saluran pengumpul yang melingkar. Seluruh saluran drainase pengumpul ini harus bermuara pada saluran pembuangan (Gambar 2.7.).




Gambar 2.7. Arah Aliran Air

Gambar 2.7. Sistem saluran drainase di areal rendahan :
1.     Drainase pembuangan              4. Saluran pengumpul yang melingkar di hulu
2.     Drainase pengumpul                5. Tanah tinggi
3.     Drainase lapangan                   6. Sudut pertemuan 60-70°








BAB 3
PEMBAHASAN


3.1. Pengertian Kelapa Sawit Di Lahan Gambut
Pengelolaan tata air di lahan gambut merupakan faktor kunci terwujudnya sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Perubahan penggunaan lahan khususnya dari hutan gambut menjadi lahan pertanian perlu disertai dengan tindakan drainase, karena dalam kondisi alaminya gambut dalam keadaan tergenang, sementara sebagian besar tanaman budidaya tidak tahan genangan.
Oleh karena itu, tujuan utama dilakukannya drainase adalah untuk menurunkan muka air tanah, sehingga tercipta kondisi aerob, minimal sampai kedalaman perakaran tanaman yang dibudidayakan, sehingga kebutuhan tanaman akan oksigen bisa terpenuhi. Tujuan lain dari dilakukannya drainase pada lahan gambut adalah untuk membuang sebagian asam-asam organik yang dapat meracuni tanaman. Oleh karena itu, meskipun jenis tanaman yang dikembangkan pada lahan gambut merupakan tanaman yang bisa tumbuh dalam kondisi tergenang misalnya padi, namun tindakan drainase masih perlu dilakukan agar konsentrasi asam organik berada pada tingkat yang tidak meracuni tanaman.
Tindakan drainase juga bisa berdampak terhadap terjadinya perbaikan sifat fisik tanah. Dalam kondisi tergenang, tanah gambut dalam kondisi lembek  sehingga daya menahan bebannya menjadi rendah.
Setelah didrainse kondisi gambut menjadi lebih padat, selain akibat pengurangan kadar air, peningkatan daya menahan beban juga terjadi karena proses pemadatan. Penurunan permukaan lahan gambut yang senantiasa menyertai proses drainase salah satunya diakibatkan oleh proses pemadatan (konsolodasi) tanah gambut.
Meskipun memberikan beberapa manfaat, namun tindakan drainase harus dilakukan secara hati-hati dan terkendali, karena jika proses drainase tidak disertai dengan pengaturan dan pengelolaan tata air yang tepat, maka beberapa fungsi lingkungan dari lahan gambut (diantaranya sebagai penyimpan karbon dan pengatur tata air daerah sekitarnya) akan mengalami penurunan. Tulisan ini membahas prinsip pengaturan tata air di lahan gambut, kearifan lokal pengelolaan air di lahan gambut, teknologi pengelolaan tata air pada lahan gambut berbasis tanaman semusim, dan teknologi pengelolaan tata air padalahan gambut berbasis tanaman tahunan.

3.2. Ciri-Ciri dan Klasifikasi Tanah Gambut
Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi, daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan, dan mengering tidak balik.
Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar.
Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dapat dibedakan menjadi :
·       Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
·       Gambut hemik (setengah matang) (Gambar 2, bawah) adalah gambut setengah  lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
·       Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan yaitu :
·       Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan.
·       Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi :
·       Gambut dangkal (50 – 100 cm),
·       Gambut sedang (100 – 200 cm),
·       Gambut dalam (200 – 300 cm), dan
·       Gambut sangat dalam (> 300 cm)

3.3. Unsur Yang Harus Diperhatikan Di lahan Gambut
Prinsip utama pengelolaan air di lahan gambut "elevasi muka air di saluran pembuang harus dipertahankan setinggi mungkin, namun tetap diharapkan mampu memberikan ke dalaman air tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman". Kedalaman air tanah minimum yang masih sangat memungkinkan adanya pertumbuhan tanaman atau disebut juga sebagai kedalaman air tanah optimum. Kedalaman air tanah demikian memungkinkan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan kematangan tanah. 



Gambar 3.1 Lahan Gambut dengan Tata Kelola Air.


Faktor dasar pengelolaan tata air di lahan gambut meliputi pembangunan jaringan tata air baik secara makro maupun mikro. Pembuatan saluran baik primer, sekunder dan tersier penting memperhatikan tata letak, dimensi dan cara pembuatan salurannya yang disesuaikan dengan fisiografi dan kondisi lahan sehingga menunjang kelestarian dan produktivitas lahan. Pembuatan saluran harus mengikuti atau memperhatikan garis kontur dan tipologi lahannya. Saluran dengan mempertimbangkan garis kontur maka aliran air dapat mengalir dengan baik, tinggi air di saluran rata dan fungsi dari jaringan pengairan rawa, yaitu :
1)    Berfungsi sebagai saluran drainase,
2)    Sebagai pemasukan air,
3)    Sebagai alat trasportasi,
4)    Berfungsi sebagai konservasi sumberdaya air rawa, dan
5)    Sebagai pendukung bagi proses reklamasi.

Ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pembuatan sistem tata air pada daerah gambut guna membantu pengelolaan tanaman industri seperti tanaman acacia, sawit, tebu, kelapa dan lain sebagainya, yang meliputi ;
1.       Sistem Hidrologi
Dalam melakukan perencanaan sistem tata air, harus diperhatikan dalam penetapan sistem hidrologi ini adalah:
·         Kondisi Cuaca seperti curah hujan, musim hujan dan kemarau, arah dan kecepatan angin, tingkat evaporasi.
·         Kondisi Hidrologi (Water Catchment Areas).
·         Panjang dan kedalaman dari sungai, apabila lahan sangat berdekatan dengan sungai yang ada.

2.       Sistem Kanalisasi
Dalam merancang dan mendesain sistem kanalisasi, hal yang dilakukan adalah :
·       Menentukan jenis, bentuk, panjang dan volume kanal agar sistem kanal dapat dipergunakan untuk kelancaran transportasi dan drainasi secara efektif dan efisien. Pada umunya dinamakan kanal primer, sekunder, tertier dan kolektor sesuai dengan fungsinya masing-masing.
·       Mendesain dan merancang sistem tata air sedemikian rupa sehingga akan mudah mendapatkan dan memonitor waterlevel/ table yang sesuai untuk kebutuhan tanaman (misalnya tanaman acasia berkisar 30-80 cm).
·       Melakukan pembagian zona tata air (water zone). Pembagian zona suatu wilayah ditentukan oleh tinggi rendahnya (topografi) dan garis kontur. Tujuan utama dibentuknya pembagian zona air wilayah ini untuk mencegah "verdrain dan waterlog dan dapat menetapkan tinggi water table ang baik.
·       Penempatan Outlet. Outlet adalah saluran air yang berfungsi untuk membuang kelebihan air dari suatu areal menuju menuju sungai atau laut. Pada outlet ini dibuat bangunan air. Data curah hujan adalah faktor penting untuk mengetahui berapa debit air yang harus dibuang dan dipertahankan.

3.       Sistem Hidrolika
Pekerjaan yang dilakukan dalam hal ini adalah:
·         Merancang/ mendesain dan memodifikasi sistem sedemikian rupa serta melakukan pendesainan bangunan air agar kelebihan air dapat dibuang pada keadaan air sungai/ laut sehingga mengalami pasang surut. Dalam arti pada kondisi air sungi/ laut pasang air tidak akan masuk/ meggenangi lahan sedangkan pada saat surut kelebihan air di lahan akan dibuang dengan lancar, sesuai dengan kebutuhan tanaman.
·         Dapat mengatur keseimbangan air di lahan sesuai dengan kebutuhan membuang kelebihan air pada waktu hujan dan mempertahankan air yang dibutuhkan pada saat musim kemarau.
·         Penempatan dan pembangunan bangunan air (Water Building) Bangunan air berfungsi untuk mengatur  keseimbangan air di lahan sesuai dengan kebutuhan yaitu membuang kelebihan air pada waktu hujan dan mempertahankan air yang dibutuhkan pada saat musim kemarau.







BAB 4
PENUTUP


4.1. Kesimpulan
Pola jaringan drainase perkebunan kelapa sawit terdiri dari 3 pola yaitu pola 2:1 (8 L) yang mempunyai 59 saluran tersier dari satu blok, pola 4:1 (12 M) yang mempunyai 29 saluran tersier dari satu blok, dan pola 6:1 (16 N) yang mempunyai 19 saluran tersier dari satu blok. Dalam pembuatan saluran drainase perkebunan kelapa sawit perlu diperhatikan dasar dan teknis dalam pembuatannya, salah satu misalnya merancang sistem drainase yang baik harus mengacu pada peta topografi dan bukan berdasarkan kondisi visual saja agar drainase tersebut dapat digunakan secara efektif dan efesien.
Pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yaitu mempunyai ciri khas tersendiri yaitu :
1.     Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik.
2.     Gambut memiliki sifat yang khas yaitu bersifat subsiden (penurunan  permukaan) dan irreversibel (Kering tak balik).
3.     Agar lahan gambut dapat dimanfaatkan perlu di buat drainase yg baik yaitu dengan membuat saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier pada lahan tersebut.
4.     Pertumbuhan kelapa sawit dapat terhambat pada lahan gambut apabila ada faktor pembatas seperti kesuburan tanah renda, pH terlalu rendah, drainase tidak baik.
5.     Produktivitas tanaman kelapa sawit di lahan gambut menunjukkan hasil 19,1 ton/ha pada gambut dangkal, 16,5 ton/ha pada gambut sedang dan 11, 9 ton/ha pada gambut dalam. Apabila drainase pada lahan gambut bagus maka produktivitas kelapa sawit di lahan gambut mencapai 25-27 ton/ha.

4.2. Saran
Dalam pembuatan saluran drainase harus diperhatikan secara tepat perhitungan dan syarat teknis (spesifikasi) tertentu supaya tujuannya dapat tercapai.




1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus