Fungsi Agama dalam Masyarakat.
Agama yang hadir dalam
sejarah peradaban manusia tidak hanya berorientasi kepada Tuhan (spiritual)
namun juga berorientasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dr.Th. Kobong mengatakan
“bahwa agama adalah sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi, yaitu relasi
dengan Allah pencipta, dengan sesama dan dengan seluruh ciptaan lainnya”, dan
kalau digambarkan demikian :
Allah <-------- Agama --------> Sesama Manusia ---------> Ciptaan Lainnya
Allah <-------- Agama --------> Sesama Manusia ---------> Ciptaan Lainnya
Memang harus diakui tidak
sedikit pemeluk agama meningkatkan kehidupan spiritualitasnya masing-masing.
Tetapi pada sisi lain, kegiatan itu seolah-olah terpisah dari kehidupan bersama
dalam masyarakat. Padahal sejak semula para pendiri agama tidak memisahkan
kehidupan spiritualnya dengan masyarakat.. misalnya, Sidharta
Gautama memahami manusia dan dunia sebagai sesuatu yang beragama dan
mempengaruhi. Itu sebab nya perbedaan harus dihargai. Nabi
Mohammad yang mencoba merubah masyarakat Arab yang primordialisis menjadi
masyarakat yang berlandaskan persaudaran universal. Yesus Kristus,
memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan untuk semua orang.
Dalam konteks Indonesia yang pada dasarnya adalah masyarakat majemuk, dimana kemajemukan itu dapat kita lihat dalam hal: suku, etnis, bahasa, agama, dan lain-lain. Dalam hal agama, lima agama besar di dunia ada ditengah–tengah bangsa ini dan itu dilindungi/diakui oleh undang-undang (legal). Dan para The fonding fathers telah menetapkan pondasi sebagai titik puncak guna tumbuh kembangnya agama-agama yang ada itu.
Pancasila yang adalah landasan Negara telah menjadi payung guna melindungi agama-agama yang ada di dalamnya. “Pancasila menjadi wadah yang memadai sebagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama memberi isi pada dimensi ritual.
Adapun fungsi dan peran agama sebagai mana dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
Dalam konteks Indonesia yang pada dasarnya adalah masyarakat majemuk, dimana kemajemukan itu dapat kita lihat dalam hal: suku, etnis, bahasa, agama, dan lain-lain. Dalam hal agama, lima agama besar di dunia ada ditengah–tengah bangsa ini dan itu dilindungi/diakui oleh undang-undang (legal). Dan para The fonding fathers telah menetapkan pondasi sebagai titik puncak guna tumbuh kembangnya agama-agama yang ada itu.
Pancasila yang adalah landasan Negara telah menjadi payung guna melindungi agama-agama yang ada di dalamnya. “Pancasila menjadi wadah yang memadai sebagai dasar pijak bersama seluruh anak bangsa dan agama memberi isi pada dimensi ritual.
Adapun fungsi dan peran agama sebagai mana dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
a) Agar kita
dapat selalu ingat akan Tuhan, petunjuk bagaimana cara kita melayani Tuhan
dalam kehidupan kita sehari-hari.
b) Sebagai
pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Artinya jika kita melakukan sesuatu
yang tidak baik, dengan kita punya agama kita bisa disadarkan oleh ajaran
dan agama yang kita anut untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik.
c) Penyelaras
hidup dalam masyarakat.
Dimensi Komitmen Agama.
Roland Robertson
(1984).
1.
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang
yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran agama tertentu.
2.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti,
yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut
hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius
formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik
dan relatif spontan.
3.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agam
mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu
waktu akan mencapai pengetahuan langsung dan subjektif tentang realitas
tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun
dalam waktu yang sangat singkat.
4.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang
yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok
keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan
mereka.
5.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius, berbeda dengan tingkah
laku perseorangan dan pembentukan citra pribadi.
Ø Pelembagaan Agama.
Tiga Tipe Kaitan Agama dengan
Masyarakat :
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe,
meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham,
1954), yaitu :
1.
Masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai sacral.
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
2.
Masyarakat- masyarakat pra- industri yang sedang berkembang.
Keadaan
masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai
dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-
upacara tertentu.
3.
Masyarakat- masyarakat industri secular.
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas.
Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan Agama.
Agama begitu universal,
permanen (langgeng) dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami
agama, akan sukar memahami masyarakat. Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya
memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu
selamat dunia dan di akhirat, di dalam perjuangannya tentu tidak boleh lalai.
Untuk kepentingan tersebut
perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam
sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu
aspek kehidupan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai
dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa
hal penting bersifat keagamaan.
Dan terbentuklah organisasi
keagamaan untuk mengelola masalah keagamaan. Yang semula terbentuk dari
pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi, kemudian menjadi
organisasi kegamaan yang terlembaga. Lembaga keagamaan berkembang sebagai pola
ibadah, ide- ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi
atau organisasi. Tampilnya organisasi agama akibat adanya kedalaman beragama,
dan mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas,
produksi, pendidikan dan sebagainya.
Agama, Konflik dan Masyarakat.
Contoh-
contoh dan Kaitannya Tentang Konflik yang ada dalam Agama dan Masyarakat.
Agama dalam satu sisi
dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, sementara di sisi
lain dianggap sebagai sumber konflik. Menurut Afif Muhammad : Agama acap kali
menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”. Sebagaimana yang
disinyalir oleh John Effendi yang menyatakan bahwa Agama pada sesuatu waktu
memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan
persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu
yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti di
catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.
Sebagaiman pandangan Afif Muhammad, Betty R. Scharf juga
mengatakan bahwa agama juga mempunyai dua wajah. Pertama, merupakan keenggaran
untuk menyerah kepada kematian, menyerah dan menghadapi frustasi.
Kedua, menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuranb
ikatan-ikatan kemanusiaan. Fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa
“Masyarakat” menjadi lahan tumbuh suburnya konflik. Bibitnya pun bias
bermacam-macam. Bahkan, agama bias saja menjadi salah satu factor pemicu
konflik yang ada di Masyarakat itu sendiri.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar